Sebelum membaca bagian 5, ini bagian 1, 2, 3 dan 4:
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.
- PadaSebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 3.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 4.
“Berubah?”
“Ya, berubah. Mereka yang tiba tiba menjadi donor darah – mendapatkannya – segera setelah mereka sembuh dari operasi bedah!”
“Mungkin mereka melunasi biaya rumah sakit dengan cara menjadi donor darah?”
“Mmm, tidak. Kami punya sistem kesehatan untuk semua, ingat? Bahkan untuk pasien swasta, mungkin hanya beberapa saja yang mendonasi.”
“Tanda
ucapan terima kasih?” Emosi yang aneh, tapi aku memahami secara
prinsip.
“Barangkali. Beberapa orang mungkin menjadi sadar setelah ada yang mati, dan kemudian memutuskan untuk menjadi warga negara yang baik. Tapi, mendonor darah, dua atau tiga kali setahun, sebenarnya tidak menyenangkan jika untuk mendapatkan imbalan …..”
Sebuah twit yang sok suci. Sudah barang tentu dia adalah seorang donor darah. Les ngomong dan ngomong terus tentang kewajiban sipil, sampai datang waitress mengantarkan pizza yang kami pesan. Menyetop ocehannya sementara waktu. Ketika waitres pergi, kelihatan matanya berbinar.
“Tapi tidak, Forry. Bukan untuk membayar tagihan rumah sakit atau bahkan bukan untuk rasa terima kasih. Rasa kesadaran orang orang tersebut yang sudah meningkat.
Mereka sudah berubah, Forry. Mereka sudah menjadi anggota Gallon Club! Kelihatannya memang telah terjadi perubahan personality.”
“Apa maksudmu?”
“Maksudku bahwa sejumlah besar orang orang yang telah dioperasi dalam lima tahun terakhir kelihatannya sudah mengalami perubahan sosial! Disamping menjadi donor darah, mereka juga telah menjadi dermawan, bahkan aktif di organisasi organisasi semacam orangtua murid guru, pelindung di kegiatan pramuka, Greenpeace dan Save The Children...”
“Les, apa intinya?”
“Intinya? Sejujurnya bahwa beberapa orang tersebut berprilaku seperti ketagihan …. Itulah yang terjadi pada diriku, Forry… seperti Vektor baru dalam penyakit.”
Dia mengucapkan secara sederhana. Aku menatapnya, kosong.
“Vektor!” Dia berbisik. “Lupakan tentang typhus atau cacar atau flu. Semuanya pada hirarki rendah. AIDS menggunakan darah dan sex, tapi begitu kejam, sehingga menyebabkan manusia sadar, kemudian mengembangkan tes untuk memulai proses panjang mengisolasi si virus AIDS.”
“Pikir baik baik tentang sebuah kemungkinan sederhana. Jika suatu waktu ada virus yang akan memaksa orang orang merasa nyaman untuk mendermakan darahnya. Mungkinkah?”
# Bersambung.
Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin
Ya baguslah kalau semakin hari makin banyak masyaraat yang melakukan donor darah maupun donor lainnya. Keihkhlasan yang membawa berkah kesehatan buat orang2 yang membutuhkan. Kalaupun ada donor yang diberi kompensasi, itu beda lagi ceritanye hehehe :D
ReplyDeleteTerkait Corona, menurut kabar, darah penderita yang sudah sembuh dapat membantu meringankan mereka yang belum sembuh.
ReplyDeleteDitunggu sambungan Cerpennya 👍
wah kerwn ternyata ini diterjemahkan dari cerpen yang meraih award ya pak :)
ReplyDeletemudah mudahan segala macam oenyakit yang bersumber dari virus entah itu corona atau lainnya segera bisa ditemukan solusi paling efektif untuk kesembuhan suspect aminnn
Semoga saja.... dan kita juga patuh dengan protokol kesehatan....
DeleteThanks atas kunjungannya-
Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5
-
Fig 01- Dahan patah, hanya ilustrasi
Sebelum membaca bagian 5, ini bagian 1, 2, 3 dan 4:
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 1.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 2.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 3.
- Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 4.
“Berubah?”
“Ya, berubah. Mereka yang tiba tiba menjadi donor darah – mendapatkannya – segera setelah mereka sembuh dari operasi bedah!”
“Mungkin mereka melunasi biaya rumah sakit dengan cara menjadi donor darah?”
“Mmm, tidak. Kami punya sistem kesehatan untuk semua, ingat? Bahkan untuk pasien swasta, mungkin hanya beberapa saja yang mendonasi.”
“Tanda ucapan terima kasih?” Emosi yang aneh, tapi aku memahami secara prinsip.
Sepertinya harus baca lagi cerpen nya dari episode 1 agar tahu lengkapnya, dulu cuma baca part 3 doang.
ReplyDeletevirus memang akan mengubah tabiat manusia
ReplyDeletedari yang acuh akhirnya taat bahkan berderma
tapi kadang itu butuh proses lama...
Menarik nih tentang kegiatan donor darah, di jadikan cerpen agar lebih menarik, semoga kedepannya banyak masyarakat kita gang mau mendonorkan darahnya untuk orang lain yang membutuhkan
ReplyDeleteDi mana mana, selalu terjadi kekurangan darah karena banyaknya operasi....
DeleteThanks atas kunjungannya-
Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5
-
Fig 02- Sebuah patung tua, hanya ilustrasi
“Barangkali. Beberapa orang mungkin menjadi sadar setelah ada yang mati, dan kemudian memutuskan untuk menjadi warga negara yang baik. Tapi, mendonor darah, dua atau tiga kali setahun, sebenarnya tidak menyenangkan jika untuk mendapatkan imbalan …..”
Sebuah twit yang sok suci. Sudah barang tentu dia adalah seorang donor darah. Les ngomong dan ngomong terus tentang kewajiban sipil, sampai datang waitress mengantarkan pizza yang kami pesan. Menyetop ocehannya sementara waktu. Ketika waitres pergi, kelihatan matanya berbinar.
“Tapi tidak, Forry. Bukan untuk membayar tagihan rumah sakit atau bahkan bukan untuk rasa terima kasih. Rasa kesadaran orang orang tersebut yang sudah meningkat.
Mereka sudah berubah, Forry. Mereka sudah menjadi anggota Gallon Club! Kelihatannya memang telah terjadi perubahan personality.”
“Apa maksudmu?”
Sama-sama mas Tanza, cerpennya memang menarik untuk di ulas lebih dalam lagi
DeleteVirus korona membuat peradaban manusia berubah. Teknologi menjadi pusat peradaban. Interaksi nyata dikurangi. Kegiatan yang mengundang interaksi nyata dikurangi dan dibatasi. Soal donor darah, saya sudah donor darah saat pandemi memang tidak ada yang perlu dikhwatirkan selama prokes dilaksanakan. Cuma karena jumlah orang di ruangan dibatasi, jadi malah lebih lama. Pernah datang ke PMI jam 11 sampai jam 12 azan zuhur belum ada tanda2 dipanggil hehe..
ReplyDeleteSiip
DeleteThanks atas kunjungannya-
Pada Sebuah Wabah Penyakit – Cerpen 3 – bagian 5
-
Fig 03- Es pada ranting pohon
“Maksudku bahwa sejumlah besar orang orang yang telah dioperasi dalam lima tahun terakhir kelihatannya sudah mengalami perubahan sosial! Disamping menjadi donor darah, mereka juga telah menjadi dermawan, bahkan aktif di organisasi organisasi semacam orangtua murid guru, pelindung di kegiatan pramuka, Greenpeace dan Save The Children...”
“Les, apa intinya?”
“Intinya? Sejujurnya bahwa beberapa orang tersebut berprilaku seperti ketagihan …. Itulah yang terjadi pada diriku, Forry… seperti Vektor baru dalam penyakit.”
Dia mengucapkan secara sederhana. Aku menatapnya, kosong.
“Vektor!” Dia berbisik. “Lupakan tentang typhus atau cacar atau flu. Semuanya pada hirarki rendah. AIDS menggunakan darah dan sex, tapi begitu kejam, sehingga menyebabkan manusia sadar, kemudian mengembangkan tes untuk memulai proses panjang mengisolasi si virus AIDS.”
“Pikir baik baik tentang sebuah kemungkinan sederhana. Jika suatu waktu ada virus yang akan memaksa orang orang merasa nyaman untuk mendermakan darahnya. Mungkinkah?”
# Bersambung.
Diterjemahkan dan dimodifikasi dari judul asli: The Giving Plague oleh David Brin
Cerpen ini adalah pemenang kedua "Hugo Award."